Rabu, 01 September 2010

Untuk mereka yang Bersabar

Muhammad Hussain Abdullah, dalam Dirasaatun fil Fikri al Islami, menguraikan maksud penerapan hukum Islam dalam memberikan jaminan perlindungan bagi kemuliaan manusia dan bangsa. Diantaranya adalah perlindungan jiwa (al-muhafadhotu ‘ala an-nafs). Islam mencegah dengan aturan preventif dan kuratif, jangan sampai orang membunuh atau bunuh diri. Misalnya, tidak membiarkan begitu saja ketidakadilan dan kemiskinan hingga mendorong si miskin untuk bunuh diri.

Agama ini merinci tatacara membantu orang miskin. Pertama: mewajibkan kerabat terdekat untuk menolong sudaranya yang kesusahan (QS al-Baqarah [2]: 233).

Kedua: bila orang itu tak mempunyai sanak-kerabat yang wajib menanggung nafkahnya, maka kewajiban dipindahkan kepada Baitul Mal, pada bagian zakat. Allah Swt. berfirman: Zakat itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang fakir dan miskin. (QS at-Taubah [9]: 60).

Ketiga: bila bagian zakat dari Baitul Mal tidak juga mencukupi kebutuhan para fakir miskin, maka negara wajib memberikan nafkah kepada mereka dari bagian lain, dari Baitul Mal.
Keempat: Jika Baitul Mal sedang kosong, maka negara memungut pajak atas harta orang-orang kaya, untuk dinafkahkan kepada para fakir miskin. Allah SWT berfirman: Di dalam harta mereka terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta, yang tidak mendapat bagian. (QS adz-Dzariyat [51]: 19)

Sementara itu, si miskin sendiri harus tetap berikhtiar serta menjaga martabat dan kesabaran.
Diriwayatkan Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw telah berpesan, ”Orang yang miskin itu bukanlah orang yang berjalan kesana kemari meminta-minta, kemudian diberi sesuap dua makanan dan sebiji dua kurma.”
Para Sahabat bertanya, ”Kalau begitu, siapa orang miskin yang sebenarnya wahai Rasulallah?”
Jawab Nabi, ”Yaitu orang yang tidak mendapati kebutuhan yang mencukupi buatnya, tapi orang lain tidak tahu karena dengan kesabarannya dia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta. Dia akan diberi sedekah tanpa perlu meminta.” (HR. Bukhari-Muslim).

Bunuh diri karena miskin, tragis nian. Sudah melarat di dunia, sengsara pula di akhirat. Karena itu, haram hukumnya bunuh diri. ”Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri,” firman Allah dalam Al Quran Surat An Nisaa 29. Bunuh diri mencerminkan keputusasaan, seolah-olah sudah tiada lagi Yang Maha Rahman dan Rahim dalam kehidupan ini. Karena itu Allah menyebut putus asa sebagai sifat setan dan hanya orang kafir yang pantas melakukannya.

Imam Ghazali dalam Kitab Al Mahabbah, Bab Fadhilah Ar Ridha, mengutip hadis qudsi: ”Aku adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku. Barang siapa tidak bersabar atas cobaan-cobaan-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, dan tidak rida terhadap keputusan-Ku, maka hendaknya ia mencari Tuhan selain-Ku.”
Allah pasti punya rencana baik di balik setiap anugerah maupun musibah atas manusia. Makanya, kata Nabi Muhammad SAW, ”Sungguh menakjubkan sikap orang mukmin. Semua urusannya baik. Bila mendapat kelapangan, dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu juga kebaikan baginya.”

Ujian seperti kemiskinan adalah keniscayaan hidup. Firman Allah SWT: ”Apakah kamu mengira akan masuk surga, sedangkan belum jelas siapa yang benar-benar beriman.” Semakin besar cinta manusia kepada Khalik-nya, kian besar pula ujian baginya.

Sa’id bin Abi Waqqash pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, ”Duhai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya? Nabi menjawab, ”Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Orang akan diuji menurut (kualitas) agamanya. Bila agamanya kuat, maka cobaannya juga berat. Dan bila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai kadar agamanya.”
Allah tidak akan menguji manusia di luar batas kemampuannya. Dan, sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Seperti digambarkan dalam film Conspiracy Game, peserta permainan ini dihujani kesulitan bertubi-tubi. Tapi, selalu saja ada ”jaring pengaman” yang membantunya untuk tetap survive.
Nah, ujian Allah tidak gratisan. Bila si hamba sabar, maka Allah akan memreteli dosa-dosanya dan selanjutnya menghargainya dengan ganjaran berlipat-lipat.

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah telah berpesan, ”Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. (HR Tirmidzy, Ahmad, Al-Hakim, Adz-Dzahaby).
Atha’ bin Abu Rabbah meriwayatkan kisah seorang wanita hitam calon penghuni surga yang diceritakan Ibnu Abbas. Suatu hari, wanita itu mendatangi Rasulullah dan mengadukan persoalannya. ”Ya Rasulallah,” kata si wanita, ”aku ini menderita sakit ayan sehingga ketika kumat auratku terbuka. Maka tolong berdoalah untukku agar sembuh dari penyakit ini.”

Sembari tersenyum Nabi menjawab, ”Bila mau, engkau bersabar saja dan bagimu surga. Bila tidak, engkau bisa berdo’a sendiri kepada Allah agar Dia memberimu afiat.”
Lalu wanita itu berkata, ”Baik, aku akan bersabar saja. Tapi, tolong doakan agar ketika kambuh penyakitku, auratku tidak terbuka.” Maka dengan senang hati Nabi memenuhi permintaan wanita salihah itu (HR Bukhari, Muslim).

Demikianlah, sesuai janji Allah: ”Sungguh, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10). Di dalam surga, ”… para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): Salamun ‘alaikum bima shabartum. Maka alangkah baiknya tempat akhiran ini.” (Ar-Ra’d : 23-24). [aya hasna/www.suara-islam.com]

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger