_t a k_ _k u t e m u k a n_ _g a r u d a_ _d i d a d a k u_
_m u n g k i n_ _k a r e n a_ _a k u_ _m e m a n g_ _a u t i s_
catatan ini ditulis setelah saya menonton siaran langsung pertandingan bola antara Indonesia - Malaysia (1/12) yang berakhir di angka 5-1 dan antara Indonesia - Thailand yang berakhir kemenangan untuk Indonesia 2-1 (7/12)..s e l a m a t !
Ada yang mengagetkan ketika saya (terpaksa karena memang saya bukan penyuka sepakbola) menonton siaran langsung pertandingan sepak bola antara Indonesia "melawan" Malaysia dan Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno - Jakarta. Dengan kapasitas sekitar 88.000 penonton itu, gelora bung karno saat itu nyaris menjadi laut merah, penuh sesak dengan mereka yang sengaja datang untuk menyaksikan secara langsung pertandingan 'jagoan'nya. Indonesia. Euphoria para penonton seakan menjadi soundtrack tersendiri bagi para pemirsa di rumah yang hanya bisa menyaksikan pertandingan jagoannya itu dari layar televisi seperti saya. Indonesia bersorai...!!
Mereka yang berbaju merah, yang di dadanya tertera garuda, yang rela mengorbankan apapun demi melihat langsung pertandingan jagoannya, sungguh lihatlah saudara-saudara kita yang menjadi korban bencana. mereka masih menaruh harap !!
Tidak hanya itu saja, lihat ketika pembantaian umat muslim, saudara-saudara seiman kita di palestina, si afghanistan, irak, dan negara muslim lainnya diserang, dibantai tanpa belas kasihan oleh Israel, Amerika dan para dedengkotnya. Laknatullah alaih.
Sungguh miris saya melihat pemandangan seperti ini, terlalu kontras. Para pembela garuda !! dimana marahmu ?!
Sudahlah, biarkan itu menjadi prolog catatan saya ini. straight to the point !! Bagi kita, kaum muslimin, pembelaan tertinggi kita adalah untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin atas landasan keimanan kepada Allah Swt. dan RasulNya. Sementara para suporter fanatik klub sepakbola, lebih mengarah kepada loyalitas semu dan konyol. Padahal, menurut Sayyid Quthb, kita mati karena membela negara yang nggak ada urusan dengan iman saja bisa dikatakan mati bukan di jalan Allah Swt., apalagi sekadar urusan sepakbola.
Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme kelompok).” (HR Abu Dawud)
Syaikh Safiyurrahman al Mubarakfuri dalam kitab al-Ahzab as-Siyasiyyah fil Islam mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berjuang di bawah bendera kefanatikan, bermusuhan karena kesukuan dan menyeru kepada kesukuan, serta tolong menolong atas dasar kesukuan maka bila dia terbunuh dan mati, matinya seperti jahiliyah.” (HR Muslim) (yang ini juga banyak contohnya, iya kan ya.. :)
Dulur dulur, sodare sodare, ya akhi wa ukhti fillah.
Ada yang mengagetkan ketika saya (terpaksa karena memang saya bukan penyuka sepakbola) menonton siaran langsung pertandingan sepak bola antara Indonesia "melawan" Malaysia dan Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno - Jakarta. Dengan kapasitas sekitar 88.000 penonton itu, gelora bung karno saat itu nyaris menjadi laut merah, penuh sesak dengan mereka yang sengaja datang untuk menyaksikan secara langsung pertandingan 'jagoan'nya. Indonesia. Euphoria para penonton seakan menjadi soundtrack tersendiri bagi para pemirsa di rumah yang hanya bisa menyaksikan pertandingan jagoannya itu dari layar televisi seperti saya. Indonesia bersorai...!!
Mereka yang berbaju merah, yang di dadanya tertera garuda, yang rela mengorbankan apapun demi melihat langsung pertandingan jagoannya, sungguh lihatlah saudara-saudara kita yang menjadi korban bencana. mereka masih menaruh harap !!
Tidak hanya itu saja, lihat ketika pembantaian umat muslim, saudara-saudara seiman kita di palestina, si afghanistan, irak, dan negara muslim lainnya diserang, dibantai tanpa belas kasihan oleh Israel, Amerika dan para dedengkotnya. Laknatullah alaih.
Sungguh miris saya melihat pemandangan seperti ini, terlalu kontras. Para pembela garuda !! dimana marahmu ?!
Sudahlah, biarkan itu menjadi prolog catatan saya ini. straight to the point !! Bagi kita, kaum muslimin, pembelaan tertinggi kita adalah untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin atas landasan keimanan kepada Allah Swt. dan RasulNya. Sementara para suporter fanatik klub sepakbola, lebih mengarah kepada loyalitas semu dan konyol. Padahal, menurut Sayyid Quthb, kita mati karena membela negara yang nggak ada urusan dengan iman saja bisa dikatakan mati bukan di jalan Allah Swt., apalagi sekadar urusan sepakbola.
Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme kelompok).” (HR Abu Dawud)
Syaikh Safiyurrahman al Mubarakfuri dalam kitab al-Ahzab as-Siyasiyyah fil Islam mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berjuang di bawah bendera kefanatikan, bermusuhan karena kesukuan dan menyeru kepada kesukuan, serta tolong menolong atas dasar kesukuan maka bila dia terbunuh dan mati, matinya seperti jahiliyah.” (HR Muslim) (yang ini juga banyak contohnya, iya kan ya.. :)
Dulur dulur, sodare sodare, ya akhi wa ukhti fillah.
Jika “judulnya” sama-sama mendukung sesuatu dengan totalitas dan nggak dibayar, alangkah lebih eloknya bila kita membela Islam. Menjadi suporter sepakbola itu nggak dibayar, sukarela dan bahkan mengeluarkan banyak duit, tenaga dan pikiran. Iya kan? Membela Islam juga sama, tidak dibayar. Tenaga, pikiran dan harta kita rela dikeluarkan. Tetapi yang berbeda adalah nilainya dan rasa perjuangannya. Jika para suporternya menjadikan sepakbola sebagai muara emosi dan jalan hidupnya, maka sebagai pejuang Islam kita jadikan Islam sebagai muara emosi dan jalan perjuangan. Para suporter sepakbola mungkin saja akan mati “fi sabili bola”, tapi pejuang Islam insya Allah mati “fi sabilillah”. Itulah bedanya.
Barangsiapa menolak ketaatan (membangkang) dan meninggalkan jama'ah lalu mati maka matinya jahiliyah, dan barangsiapa berperang di bawah panji (bendera) nasionalisme (kebangsaan atau kesukuan) yang menyeru kepada fanatisme atau bersikap marah (emosi) karena mempertahankan fanatisme (golongan) lalu terbunuh maka tewasnya pun jahiliyah. (HR. An-Nasaa'i)
Barangsiapa menolak ketaatan (membangkang) dan meninggalkan jama'ah lalu mati maka matinya jahiliyah, dan barangsiapa berperang di bawah panji (bendera) nasionalisme (kebangsaan atau kesukuan) yang menyeru kepada fanatisme atau bersikap marah (emosi) karena mempertahankan fanatisme (golongan) lalu terbunuh maka tewasnya pun jahiliyah. (HR. An-Nasaa'i)
Wallahu a'lam bi ash-showab.[]
0 komentar:
Posting Komentar