Sabtu, 15 Januari 2011

Siapakah Muslim "Moderat" ?!

Pada tanggal 18 Desember 2010, Toronto Star menerbitkan sebuah artikel yang menganjurkan pelarangan tidak hanya Niqab (penutup wajah) dan Burqa (penutup seluruh tubuh), tetapi juga hijab/jilbab (penutup kepala).
Artikel itu menyatakan, “burqa dan niqab merupakan tradisi yang memandang bahwa perempuan sebagai objek seksual, seorang penggoda, yang dengan gerakan pergelangan kakinya, dapat membawa laki-laki (makhluk yang lemah yang tidak mampu menahan godaan ini) untuk bertekuk lutut dihadapan mereka. Ini adalah sistem nilai yang menjijikkan dan saya menolaknya Jadi. semua warga Kanada harus menganut feminisme sekuler. Marilah kita larang burqa, niqab dan hijab.”
Artikel tersebut menggunakan istilah “Muslim moderat” untuk menggambarkan orang-orang yang menyatakan bahwa, “Hukum memakai penutup kepala tidak hanya memalukan bagi perempuan, tetapi merupakan penghinaan bagi laki-laki.”
“Muslim Moderat”:  Suatu Ukuran yang Islami?
Artikel itu memberikan kesempatan untuk meneliti praktek yang dilakukan media, para politisi oportunistik dan yang lainnya yang memuji sebagian orang Islam lain sebagai “Muslim moderat” dan mencela sebagian lainnya sebagai “militan,” “radikal” dan “ekstrimis.” Merupakan hal yang cukup menggoda untuk menampilkan diri sebagai bagian dari kelompok itu yang tidak menunjukkan arti negatif. Namun, sebelum menggunakan istilah-istilah seperti “Muslim moderat” dan “Ekstrimis Muslim,” kita perlu memahami masing-masing arti istilah itu.
Apa artinya “Muslim moderat”? Siapa sebenarnya “kaum ekstrimis”?
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa istilah-istilah tersebut tidak berbahaya, dan bahwa semuanya itu hanyalah sebuah cara untuk membedakan antara Muslim yang “baik” dan yang “buruk”.  CNN  member predikat Aljazair sebagai negeri kaum “ekstremis” karena melarang impor alkohol. Sebelum adanya larangan ini, kaum muslim Aljazair dianggap sebagai “moderat.”
Untuk menganalisa masalah ini (atau hal manapun), pertama kita harus merujuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Apakah Rasulallah SAW membagi para Sahabat (ra) menjadi kaum “moderat” dan  kaum ‘ekstrimis’?
Apakah para Sahabat (ra) mengukur satu sama lain dengan ukuran “moderat” atau “ekstremism”?
Allah SWT berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. [al-Hujraat, 49:13]
Oleh karena itu, ukuran mengelompokkan kaum Muslim menjadi “moderat” dan “ekstremis” adalah suatu tindakan mengada-adakan dalam Islam. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh generasi salah ulama Islam, dan hany baru-baru ini saja diperkenalkan ke dalam wacana Islam.
Menjadikan Islam Agar Terlihat Tidak Diinginkan
Kenyataan dari wacana ini adalah untuk membuat Islam agar terlihat tidak diinginkan. Media, lembaga kajian,  dan politisi mengecam Islam sebagai “militan,” “radikal” dan “ekstrimis” sehingga umat Islam merasa terancam ketika mereka mempraktekan dien mereka. Beberapa contohnya termasuk
Pantang Minum Alkohol: Kaum Muslim dianggap ekstremis karena melarang kaum Muslim lain untuk membeli alkohol di negeri kaum muslim! CNN melaporkan: “Suatu pemungutan suara mengejutkan dilakukan oleh parlemen Aljazair untuk melarang impor minuman beralkohol di negara Muslim moderat yang merupakan tanda kembalinya ekstremisme Islam …” Kita bisa melihat bahwa media menganggap bahwa mengkonsumsi alkohol sebagai ciri khas seorang muslim “moderat”. Sebaliknya, seseorang yang melarang umat Islam mengkonsumsi alkohol adalah seorang “ekstrimis”.
Mengenakan Hijab: The Toronto Star - Surat kabar yang berhaluan kiri di salah satu kota paling toleran di Kanada - menjadikan Hijab sebagai sumber ketakutan dan menyerukan untuk melarangnya! Artikel pada surat kabar Toronto Star itu sebelumnya memuji kaum “Muslim Moderat” karena membenci hokum memakainya bagi wanita untuk menutup rambut mereka seperti yang ditetapkan oleh Allah SWT, yakni dengan memakai Jilbab (yang menutupi tubuh), dan bagi pria dan wanita karena menjaga kesopanan mereka ketika berhubungan satu sama lain. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. [Al-Ahzab, 33:59]
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
Dan (bagi wanita) hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya[An-Nur, 24:31]
Meninggalkan Kewajiban Menegakkan Khilafah: Suatu Terbitan dari RAND, yang berjudul “Membangun Jaringan Muslim Moderat,” menyatakan: “Apakah filsafat politik yang berasal dari Barat ataukah sumber-sumber Al-Quran, untuk bisa dianggap demokratis, semuanya harus secara tegas mendukung pluralisme dan hak asasi manusia yang diakui secara internasional … Dukungan terhadap demokrasi berarti bertentangan dengan konsep negara Islam … Muslim moderat memegang suatu pandangan bahwa tidak ada yang bisa berbicara atas nama Allah Sebaliknya,. Hal ini adalah merupakan konsensus masyarakat (ijma), sebagaimana tercermin dalam opini publik yang diungkapkan secara bebas, yang menentukan apakah keinginan Allah dalam suatu kasus tertentu. “
Oleh karena itu, lembaga kajian, pribadi di media, dan para politisi tertentu mendefinisikan Muslim “moderat” sebagai seseorang yang bersedia untuk meninggalkan perintah Allah SWT apabila hal itu bertentangan dengan nilai-nilai liberal yang berasal dari akidah sekuler. Di sisi lain, seorang muslim yang mentaati perintah-perintah Allah SWT dianggap sebagai seorang ekstremis dan seseorang yang harus dijauhi oleh masyarakat.
Bahaya Adanya Kompromi
Kita juga harus menyadari bahaya dilakukannya kompromi. Kita mungkin tergoda untuk mengurangi praktek-praktek Islam kita dengan harapan agar dianggap moderat. Namun, Allah SWT telah memperingatkan kita terhadap praktek-praktek semacam ini:
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
Maka mereka menginginkan supaya kamu berkompromi sehingga mereka (juga) akan berkompromi dengan kamu. [al-Qalam, 68:9]
Meskipun taktik untuk mempromosikan “Muslim moderat” ini adalah hal yang baru dilakukan, hal ini bukanlah hal baru. Kekuasaan kolonial telah bekerja selama berabad-abad untuk membuat kaum Muslim mengadopsi sekularisme sebagai titik acuan tunggal mereka. Visi untuk menimbulkan mentalitas terjajah telah disosialisasikan pada tahun 1854 oleh Mountstuart Elphinstone, yang mengatakan, “kita tidak boleh bermimpi atas adanya kepemilikan abadi, tetapi harus menetapkan bagi diri kita sendiri untuk bisa membawa kaum pribumi ke dalam suatu negara yang akan mengakui hak mengatur diri mereka sendiri dengan cara yang mungkin bermanfaat bagi kepentingan kita … “
Tetap Berpegang Teguh pada Agama
Kaum Muslim telah jatuh berkali-kali. Ketika kita membaca sebuah surat kabar, menghidupkan televisi atau surfing internet kita selalu mendapatkan berita yang berisi tuduhan dan kebohongan yang dilontarkan terhadap Din kita, Nabi SAW, atau Umat Islam. Tekanan ini telah memaksa sebagian orang untuk menjelaskan Islam dengan cara untuk meredakan kritik itu - dengan harapan agar dianggap “moderat”. Kita jangan saqmpai jatuh ke dalam perangkap ini. Sebaliknya, pertama kita harus memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT dan mengingat bahwa Allah SWT telah memperingatkan kita tentang tersebut:
وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا
Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. [al-Imran, 3:186]
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?  Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [al-Ankabut, 29:2-3]
Dan Rasulallah SAW memperingatkan kita bahwa: “Akan datang suatu masa dimanapada jika berpegang teguh kepada Deen akan menjadi sebagaimana memegang bara api di tangan ” [At-Tirmidzi]
Dalam masa fitnah ini, kita harus menegaskan kembali komitmen kita terhadap Allah SWT, bekerja keras untuk mempertahankan identitas Keislaman kita, dan tetap percaya diri dimana Allah SWT telah berjanji kepada kita  :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Muhammad, 47:7]
Kita juga harus menyadari bahwa tujuan sebenarnya dari keberadaan kita di dunia adalah untuk memperoleh ridho Allah SWT dan kemudian dibangkitkan kembali bersama dengan para Sahabat Rasulullah SAW. Karena itu,  kita harus tabah atas cobaan apapun yang menimpa kita dan tetap teguh dengan tugas yang telah kita emban. Seorang yang beriman tidak pernah merasa rugi ketika dia menahan penderitaan untuk mendapatkan ridho Allah SWT,  karena sesungguhnya dia sedang bekerja untuk mendapatkan balasan yang abadi: Surga.
Ini secara langsung menyerang konsep Khilafah yang telah ditetapkan oleh Rasulallah SAW. Kami menyadari bahwa para Sahabat (ra), yang menggantikan Rasulullah SAW, mendirikan Khilafah, di mana Negara itu menerapkan Hukum Syariah berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, Ijma-Sahabat , dan Qiyas. Mereka tidak pernah menerapkan undang-undang berdasarkan keinginan kolektif rakyat.
Rasulullah SAW bersabda: “Urusan orang beriman sungguh menakjubkan! Seluruh hidupnya adalah menguntungkan, dan itu hanya didapat pada orang beriman. Jika dia mendapat kebaikan dan bersyukur maka itu adalah baik untuknya, dan jika dia mendapat keburukan dan dia bersabar maka itu juga baik untuknya.” [Muslim]
Jika kita melihat kepada para Sahabat (ra), kita akan dapatkan bahwa mereka adalah contoh yang sangat baik untuk keteguhan hati dan ketabahan. Mereka mendapat cobaan yang sama dengan yang kita hadapi dimana orang-orang kafir menggunakan taktik busuk untuk memberi predikat buruk pada Islam. Kaum Ahli Kitab berusaha untuk membuat Islam terlihat buruk dengan membuat rintangan bagi dakwah Islam. Allah SWT berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ تَبْغُونَهَا عِوَجًا وَأَنْتُمْ شُهَدَاءُ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya untuk menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?” [Al-Imran, 3:99]
Kaum Quraish juga menggunakan propaganda untuk menyebut Rasulallah SAW dan para Sahabat (ra) sebagai elemen-elemen ekstrim masyarakat. Meskipun terminologi yang mereka gunakan berbeda, tujuan mereka adalah sama: untuk menekan kaum muslimin sehingga pemikiran mereka akan sesuai dengan pemikiran, emosi, dan hukum Quraish yang kufur. Misalnya, Al-Waleed bin Al-Mughirah memimpin upaya untuk merancang strategi propaganda untuk mengisolasi Rasulullah SAW. Beberapa ide (misalnya yang menyebut beliau sebagai penyair, peramal, orang yang kerasukan oleh jin, dll) telah ditolak karena itu semua tidak realistis. Mereka menyebut beliau sebagai seorang penyihir dengan kata-kata yang memutuskan keluarga.
Meskipun pada masa Fitna dan ketakutan, Rasulallah SAW dan para Sahabat (ra) berdiri teguh di atas Din mereka dan tidak bergeser karena berada di bawah tekanan. Sebaliknya para sahaba (ra) menunjukkan keberanian yang besar. Misalnya, ketika Rasulallah SAW dan para Sahabat (ra) yang tinggal di Mekah (yaitu sebelum Hijrah), Abdullah bin Mas’ud (ra) mengatakan bahwa ia akan membuat kaum Quraisy agar mendengarkan Al Qur’an. Jadi, suatu pagi ia pergi ke Kabah dan membaca Al Qur’an dengan suara keras, sehingga orang-orang Quraisy menyerangnya. Ketika ia kembali kepada para Sahabat (ra), mereka berkata: “Inilah yang kita khawatirkan akan terjadi padamu.”
Dia mengatakan, “musuh-musuh Allah tidak pernah lebih hina di mataku daripada saat ini, dan jika kamu mau saya akan pergi lagi dan melakukan hal yang sama besok.”
Allah  SWT akhirnya membuat mereka menang atas musuh-musuh mereka di dunia ini, dan memberikan mereka kesenangan-Nya di akhirat:
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah [at-Taubah, 9:100]
Jika kita menginginkan ridho Allah SWT, kita harus mengikuti contoh Rasulallah SAW dan para sahabatnya (ra) dan, Insya Allah, kita akan di antara orang-orang yang Allah SWT ridhoi.
Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan tekad untuk menanggung penderitaan di zaman ini dan selalu berada di garis depan dalam membawa misi Islam dan mengembalikan kehidupan Islam di dunia ini. Amin.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. [al-Imran, 3:139]
Read more »

Janganlah Kalian Turut Bersama Kaum Nasrani (Kristen) Dalam Merayakan Hari Raya Mereka (Natal dan Tahun Baru)


Kami memulai kajian ini, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, serta keluarga dan para shahabatnya.
Saat ini, kaum Nasrani (Kristen) sedang merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi. Namun tidak sedikit di antara kaum Muslim yang turut merayakannya bersama mereka. Dan mereka pun saling mengucapkan selamat kepada kaum Nasrani dalam memperingati hari rayanya ini. Maka, kepada mereka ini, kami katakan “janganlah kalian turut bersama kaum Nasrani dalam merayakan hari raya mereka”. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Saw; sebaliknya seburuk-buruk perkara adalah perkara (peribadatan) baru yang tidak dikenal dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (muhdats), dan setiap muhdats adalah bid’ah; sementara setiap bid’ah itu adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfirman: “Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia’.” (TQS. Al-Ikhlash [112] : 1-4).
Surat Al-Ikhlash ini sebagian dari Kitabullah, yang datang dari Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Surat ini, sekalipun pendek, namun sebanding dengan sepertiga dari Al-Qur’an.
Di dalam surat Al-Ikhlash ini terkandung:
-      Tauhid (keimanan atas ke-Esaan Allah) dan keikhlasan.
-      Akidah (keyakinan) yang bersih dan murni.
Sesungguhnya Allah Dzat Yang Maha Suci dan Maha Tinggi ini tidak mempunyai anak, tidak mempunyai sekutu, tidak datang dari seorang pun, serta tidak memiliki keturunan dan nasab seperti yang diklaim oleh kaum Yahudi dan Nasrani (Kristen). Mereka (kaum Nasrani) berkata: “Al Masih itu putera Allah“, dan mereka (kaum Yahudi) berkata: “Uzair itu putera Allah“. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.
Allah Dzat Yang Maha Suci dan Maha Tinggi ini, sama sekali tidak butuh pada salah satu di antara ciptaan-Nya, sebaliknya semua makhluk butuh kepada-Nya. Allah itu Maha Kaya, sebaliknya semua makhluk adalah miskin. Allah adalah tempat bergantungnya segala yang ada, di mana kehidupan ini tidak akan tegak kecuali dengan pemeliharaan, kebaikan dan belas kasih dari Allah Dzat Yang Maha Suci dan Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.
Surat Al-Ikhlash ini menetapkan akidah dasar dan fundamental yang harus tertanam kokoh dalam lubuk hati setiap makhluk yang ada di alam semesta ini, yaitu ke-Maha Esaan Allah Dzat Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Sehingga Allah merupakan satu-satunya yang berhak disembah, sedang yang selain Allah semuanya adalah hamba bagi-Nya.
Allah SWT berfirman: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.” (TQS. Maryam [19] : 93-94).
Berdasarkan perspektif akidah tauhid yang sifatnya fitrah (ada bersamaan dengan penciptaan manusia), yang telah ditetapkan oleh surat Al-Ikhlash, maka kami dapat mengatakan dengan penuh keyakinan dan kepercayaan, serta menegaskan kepada semua manusia yang ceroboh dan kebingungan, bahwa Isa (Yesus) as adalah hamba Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Isa as ini keberadaannya seperti Adam as yang tidak memiliki ayah dan ibu. Sedangkan Isa memiliki ibu, semoga Allah merahmati keduanya. Oleh karena itu, Allah SWT menasabkan Isa kepada ibunya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman: “Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.” (TQS. Maryam [19] : 34).
Benar! Dalam hal ini, tidak sedikit di antara kaum Nasrani (Kristen) yang bingung dan ragu terkait masalah Isa (Yesus) as ini:
-      Apakah dia itu Allah?
-      Apakah dia itu anak Allah?
-      Atau apakah dia itu salah satu dari yang tiga?
Akan tetapi Allah SWT tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, serta tiada sekutu bagi-Nya: “Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: ‘Jadilah’, maka jadilah ia.” (TQS. Maryam [19] : 35).
Jika Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Saw menyeru kepada tauhid, maka Isa as juga menyeru kepada tauhid. Di mana Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam’, padahal Al Masih (sendiri) berkata: ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (TQS. Al-Maidah [5] : 72).
Jika kaum Nasrani (Kristen) sekarang ini menyandarkan perkataannya kepada Isa as, bahwa Isa adalah Tuhan dan anak Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi, maka Isa as kelak akan menunjukkan bahwa mereka berbohong dan akan memperlihatkan kebohongan mereka kepada para pembesar yang menjadi saksi pada hari kiamat. Di mana Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua perkara yang ghaib’. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (TQS. Al-Maidah [5] : 116-117).
Mereka yang memper-Tuhan-kan Isa as; mereka yang mengklaim bahwa Isa adalah anak Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi; atau mereka yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, maka mereka adalah kaum kafir yang sesat dan fasik, di mana-kami sebagai umat yang bertauhid-wajib berlepas diri dari perkataan mereka yang menyesatkan ini. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al Masih putera Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).“(TQS. Al-Maidah [5] : 73-75).
Setelah jelas kekafiran mereka yang menyandarkan kebohongan dan kedustaannya kepada Isa as, dan setelah begitu telanjang kesesatannya, maka sampailah pada pertanyaan yang menggugah keyakinan, adalah apakah diperbolehkan bagi kita-sebagai kaum Muslim-turut bersama kaum kafir dan Kristen merayakan hari raya mereka yang terkait dengan ritual keagamaan yang penuh dengan kesyirikan dan kekufuran ini?!
Sesungguhnya hari raya Nasrani (Kristen) termasuk di antara ritual dan peribadatan yang terkait dengan agama. Dalam hal ini, sungguh kaum Yahudi dan Nasrani (Kristen) telah dikutuk dan dilaknat, karena mereka telah mengubah dan mengganti agama Allah SWT di dalam kitab-Nya. Oleh karena itu, hari raya mereka bagian dari ritual keagamaan mereka yang telah menyimpang.
Hari raya kaum Nasrani (Kristen) ini-wahai umat tauhid-adalah terkait erat dengan kekafiran yang besar, yang jika hal itu didengar oleh gunung, langit dan bumi, maka dengan mendengar kekufuran itu semuanya benar-benar menjadi pecah dan retak.
Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak’. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.” (TQS. Maryam [19] : 88-94).
Jika langit, gunung dan bumi bereaksi dengan reaksi yang begitu menakutkan ini terhadap mereka yang menisbatkan anak kepada Allah SWT. Maka bagaimana dengan Tuhan kalian-wahai kaum Muslim-ketika kalian turut bersama kaum Nasrani (Kristen) merayakan hari raya mereka, mengucapkan selamat atas kebatilan dan agama mereka yang merupakan simbol keagamaan bagi akidah mereka yang kufur dan sesat. Bukankah itu merupakan bentuk pengakuan kalian atas agama mereka yang batil?
Sedangkan yang menunjukkan kepada kalian akan hubungan erat hari raya mereka dengan agama mereka yang sesat, adalah adanya hari raya di antara hari raya mereka, di mana masing-masing dari mereka membawa sepiring makanan, dan kemudian makanan itu mereka tempatkan di atas meja panjang, selanjutnya mereka membuka semua penutup yang menutupi makanan itu selama satu jam, kurang dari satu jama, atau lebih dari satu jam. Pertanyaannya, mengapa mereka membuka penutup dari semua makanan yang mereka bawa?
Jawaban mereka adalah agar diberkati oleh Tuhan. Siapa Tuhan yang dimaksud? Tuhan yang dimaksud seperti klaim mereka adalah Yesus, Al Masih as, yang datang untuk memberkati makanan mereka dalam memperingati kekufuran. Kemudian mereka memakan sesuap makanan yang telah dikuduskan seperti yang mereka klaimkan.
Masalahnya, bagaimana ritual bid’ah yang kufur tersebut tersebar di selain wilayah mereka, dan di selain negara mereka, di negeri-negeri kaum Muslim, misalnya?
Mereka datang ke negeri-negeri kaum Muslim dan mengadakan pesta dengan nama pesta bertopeng (haflah tanakkuriyah). Mereka berkata bahwa pesta ini untuk anak-anak, sebagai hiburan dan permainan. Namun sebenarnya-wahai kaum Muslim-sesungguhnya pesta itu adalah penyesatan bagi generasi kaum Muslim yang tertipu dan terperdya, serta bodoh dan lemah.
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. Sebab mengapa kaum Muslim yang bodoh itu senang turut bersama kaum Nasrani (Kristen) dalam merayakan pesta seperti ini? Apakah mereka juga percaya dan menyakini tentang turunnya Tuhan Isa (Yesus) as, seperti yang mereka klaim dalam peringatan ini, untuk memberkati mereka melalui makanan yang mereka berikan kepada anak-anak dalam pesta itu? Sungguh ini merupakan kekufuran yang nyata dan jelas. Sehingga tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah SWT.
Al-Hafidz adh-Dhahabi berkata dalam Risalahnya “Tasyabbuhul Khasîs bi Ahlil Khamîs“: “Jika seseorang berkata, bahwa kami melakukan itu adalah untuk anak-anak kecil dan wanita? Maka katakan padanya, bahwa seburuk-buruk keadaan seseorang adalah siapa saja yang senang (rela) keluarganya dan anak-anaknya melakukan apa yang menyebabkan murka Allah SWT.
Kemudian beliau mengutip perkataan Abdullah bin Amr, semoga Allah meridhoi keduanya, yang berkata: “Siapa saja yang merayakan tahun baru bagi bangsa persia (nairûz), mengadakan pesta dan hura-hura mereka, serta menyerupai mereka hingga meninggal ia masih seperti itu, dan belum juga bertaubat, maka di hari kiamat ia akan dikumpulkan bersama mereka.” (HR. Baihaki. Sedang sanadnya telah dishahihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).
Perkataan Abdullah ini menegaskan bahwa perbuatan seperti itu termasuk di antara dosa-dosa besar. Sehingga melakukan sedikit dari perbuatan itu akan membawa pada perbuatan yang lebih banyak lagi.
Oleh karena itu, setiap Muslim wajib menutup pintu ini mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, serta menjauhkan keluarga dan anak-anaknya dari melakukan perbuatan seperti itu. Selanjutnya, ciptakan kebaikan sebagai kebiasaan, dan jauhi bid’ah sebagai ibadah.
Dan janganlah mengatakan perkataan orang bodoh: “Dengan ini, aku telah menyenagkan anak-anakku!”
Apakah sudah tidak ada, wahai Muslim, sesuatu yang dapat menyenangkan mereka, selain perbuatan yang menyebabkan murka Allah, dan diridhoi setan, yaitu simbol-simbol ritual kekufuran dan kesesatan?!
Dengan demikian, seburuk-buruk pendidik adalah Engkau, yang membiarkan keluarga dan anak-anaknya terjerumus dalam kegelapan. Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.
Sampai di sini dulu kajian kita ini, dan berikutnya akan kami bicarakan tentang hukum ikut serta merayakan hari besar kaum Nasrani (Kristen).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 28/12/2010.
Read more »

 
Powered by Blogger